Masukan Terpopuler

Senin, 10 Oktober 2011

PERKEMBANGAN PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, DAN SENI DALAM KEHIDUPAN MANUSIA


BAB I
PENDAHULUAN
  1. LATAR BELAKANG
Kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, seni bertambah zaman semakin berkembang pesat. Perkembangan ilmu pengetahuan mampu melahirkan teknologi dan sebaliknya teknologi juga dapat melahirkan pengetahuan baru. Manusia dengan kelebihannya mengunakan intelektualnya, akal pikiran akan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan menciptakan teknologi yang dibutuhkan dan diinginkannya. Munculnya keinginan untuk meningkatkan kemakmuran dan kemudahan masyarakat,  menjadikan manusia selalu mengembangkan ilmu pengetahuan dan menciptakan teknologi, serta memberikan nilai seni. Kemudahan yang diperoleh manusia, diperoleh karena terciptanya alat-alat serta perlengkapan yang canggih untuk berbagai kehidupan manusia. Sehingga memungkinkan manusia dapat melakukan kegiatan dengan efektif dan efisien. Lahirnya teknologi juga bersentuhan erat dengan nilai-nilai keindahan atau seni. Seni telah memberikan keindahan pada teknologi hasil terapan dari ilmu pengetahuan/ sains.
Namun kemajuan ilmu pengetahuan tidaklah selalu seimbang dengan kemampuan sebagian manusia dalam mengunakannya. Bahkan terkadang kemajuannya menyebabkan penyalahgunaan IPTEK, yang berdampak bagi kehidupan. Teknologi yang awalnya hanya lah alat bantu manusia justru mampu merusak manusianya sendiri. Lambatnya proses pemindahan teknologi, khususnya di Negara berkembang dari Negara maju juga akan memunculkan sikap mental dan nilai hidup yang tidak mengarah pada teknologi, dan ilmu pengetahuan baru.
Pada Negara maju, maupun Negara berkembang akan merasakan bahwa teknologi akan menghabiskan sumber daya alam, pencemaran, dan mengakibatkan pengangguran, sebaliknya teknologi juga telah terbukti bahwa bagi mereka yang dapat memanfaatkannya. Teknologi tersebut dapat menolong manusia dalam meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
  1. RUMUSAN MASALAH
1.    Bagiamana sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dalam kehidupan manusia?
2.    Bagimana makna perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni bagi kehidupan manusia?
3.    Apa dampak penyalahgunaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni bagi manusia?
  1. TUJUAN
1.    Mengetahui sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni dalam kehidupan manusia.
2.    Untuk memcari makna perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi
                 dan seni bagi kehidupan manusia.
3.    Untuk mengetahui dampak penyalahgunaan ilmu pengetahuan,
                 teknologi dan seni bagi manusia.








BAB II
PEMBAHASAN

  1. PENGERTIAN ILMU PENGETAHUAN/ SAINS, TEKNOLOGI DAN SENI
Ilmu pengetahuan kadang dianggap oleh sebagian orang sebagai bagian dari sains, ada pula yang beranggapan ilmu pengetahuan sebagian dari sains. Menurut Effendi. R dan Malihah. E (2007:120) “ ilmu sains adalah ilmu yang dapat diuji (hasil dari pengamatan sesungguhnya) kebenarannya dan dikembangkan secara bersistem dengan kaidah-kaidah tertentu berdasarkan kebenaran atau kenyataan semata sehingga pengetahuan yang dipedomani tersebut dapat dipercaya, melalui eksperimen (observasi) maupun experience (pengalaman) secara teori.”
Istilah sains sendiri menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah ilmu yang teratur (yang dapat diuji atau dibuktikan kebenaranya).
‘Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang bersifat metodis, sistematis dan logis.Ilmu pengetahuan mempunyai ciri khas dapat dibantah (critizable dan refutable) atas dasar pengamatan dan pemeriksaan, maksudnya terbuka untuk dibantah kendati mungkin akan tetap bertahan.’ Effendi. R dan Malihah. E (Karl Raimund Popper: 1959).
Jadi berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian sains sama dengan pengertian ilmu pengetahuan, istilah ilmu pengetahuan saat ini dikenal sebagai sains dalam bahasa popular. Pengertian sains dan ilmu pengetahuan  dapat dipersamakan atau dipertukarkan dalam artian yang satu dapat mengganti istilah yang lain.
“Teknologi sendiri merupakan segenap ketrampilan manusia mengunakan sumber daya alam untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan.”Effendi. R dan Malihah. E (2007:128).
Sedangkan pengertian teknologi menurut Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang nomer 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah cara atau metode serta proses atau produk yang dihasilkan dari pemanfaatan berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang menghasilkan nilai bagi pemenuhan kebutuhan, kelangsungan, dan peningkatan mutu kehidupan manusia.
Teknologi yang berhasil dikembangkan akan bersentuhan dengan nilai-nilai seni atau keindahan. Menurut Effendi. R dan Malihah. E (Janet Woll) mengatakan bahwa ‘seni adalah produk sosial.’ Sedangkan menurut  Effendi. R dan Malihah. E (2007:130) “Seni itu sendiri keahlian membuat karya yang bermutu ( dilihat dari segi kehalusannya, keindahan, dsb), seperti tari, lukis dan sebagainya.”

  1. SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN/ SAINS, TEKNOLOGI DAN SENI DALAM KEHIDUPAN MANUSIA
Perkembangan teknologi yang canggih saat ini tidaklah terjadi dalam waktu singkat, begitu pula nilai seni yang mengikutinya. Perkembangan teknologi diperoleh berdasarkan pengembangan ilmu pengetahuan/ sains yang telah ada, sehingga diterapkan membentuk sebuah teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan berkembang secara bertahap sesuai dengan perkembangan dari zaman ke zaman.
1.      Zaman Purba
Zaman purba sering disebut juga zaman batu. Zaman batu terjadi sekitar 4. 000.000 tahun sebelum masehi sampai sekitar 20.000/10.000 tahun sebelum masehi. Meskipun ukuran tahun tersebut merupakan kira-kira untuk memberikan ancar-ancar dasar pemikiran karena tidak ada batasan waktu yang cukup tajam.

Tetapi pada zaman ini telah ditemukan alat-alat dari batu dan tulang, tulang belulang hewan, sisa-sisa dari beberapa tanaman, gambar dalam gua-gua, tempat-tempat penguburan, dan tulang belulang manusia purba.
Dengan munculnya kemampuan menulis dan berhitung sehingga peristiwa akan segera dicatat, sehingga kesalahan dapat diperkecil. Dengan adanya tulisan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi yang telah dialami pada suatu zaman dapat disampaikan oeh generasi ke generasi . Sebab tulisan lah, perkembangan yang dicapai dalam waktu 10.000 tahun sangat besar setelah zaman batu, sebagai bukti terjelmanya kerajaan Mesir, Sumeria, Babylon juga kerajaan di India dan Cina.
2.      Zaman Yunani Romawi
a.       Masa 600 sebelum Masehi sampai 200 sesudah masehi
Pada masa ini disebut dengan zaman Yunani. Zaman Yunani telah memberikan corak baru pada perkembangan ilmu pengetahuan yang mendasar sehingga Bangsa Yunani mampu merdeka serta mempunyai kerajaan-kerajaan sendiri. Bangsa yunani memiliki sikap receptive attitude yang memyebabkan perubahan yang sangat besar. Perubahan yang besar itulah yang dianggap sebagai dasar dalam ilmu pengetahuan modern. Perubahan tersebut tergambarkan pada sikap dan jiwa bangsa Yunani tidak dapat menerima pengalaman-pengalaman secara pasif-reseptif. 
Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman Yunani dapat dilihat pada para tokoh yang telah berhasil meletakan landasan dasar  pemikiran ilmu pengetahuan saat ini. Tokoh fisafat pada zaman Yunani seperti Thales (624-548), Pythagoras (580-500 BC) berhasil menemukan hokum dan dalil Pythagoras. Socrates (470-339) telah mencari dengan metode kebidanan.
Plato (427-347) memiliki kesempurnaan ide dan kepastian matematis yang memunculkan matematika menjadi pelajaran wajib dalam pendidikan, sehingga orang yang tidak mempelajari matematika tidak diterima. Aristoleles (348-322), merupakan tokoh yang pertama kali menuliskan semua karyanya dalam sebuah buku, misal buku ilmu pengetahuan seperti, logika, biologi dan metafisika. Eukleides berhasil menyumbang penyusunan ilmu ukur bidang datar. Apollonius (265- 190) mempelajari potongan kerucut bidang datar. Achimendes (287-212) telah mempelajari soal-soal matematika, fisika, kimia serta menerapkan penemuan dalam usaha menemukan alat-alat. Aristarcus (310-230) menerangkan bahwa, bumi itu berbentuk bulat dan berputar sendiri mengelilingi matahari. Muncullah tokoh yang menentang atau menolak pandangan Aristarcus yaitu pandangan heliosentris dengan memperkuat pandangan geosentris.
b.      Zaman Kekuasaan Romawi
Pada zaman kekuasaan Romawi, ilmu pengetahuan tidaklah maju dengan pesat. Meskipun dalam bidang politik, perdagangan, militer, pelayaran, jalan raya, dan hukum sangat maju. Lambatnya perkembangan ilmu pengetahuan karena ilmu pengetahuan hanya berpegang  pada karya-karya Aristoteles, tanpa mengadakan banyak perubahan. Keadaan seperti ini telah dikenal dengan sebutan Eropa masuk dalam kegelapan. Bahkan pada abad pertengahan yang terjadi antara 500 hingga awal 1500 bidang kehidupan mengalami kemacetan dan kemunduran.
Akhirnya hingga pada abad pertengahan antara abad ke-11 awal abad 15, perkembangan ilmu pengetahuan lebih cerah dibanding dalam keadaan sebelumnya. Perkembangan ilmu pengetahuan terjadi khususnya setelah peristiwa perang salib, ilmu pengetahuan dari dunia islam masuk ke Eropa.
Dunia islam bukan hanya mewarisi ilmu pengetahuan dari filsafat Yunani, tetapi juga mampu mempertahankan dan mengembangkan didunia arab tanpa pengaruh dunia Yunani. Sebagai contoh Battani (928) dan Biruni (937-1048) mengadakan sejumlah koreksi terhadap sejumlah pandangan ptolameios antara lain tentang garis edar bumi, harga terhadap tahap-tahap pergantian siang dan malam. Al Razi (850-925) berhasil membedakan campak dari cacar dan juga Al Razi dalam percobaan kimianya telah menghasilkan proses penyulingan, pendinginan, pelarutan, kristalisasi, penguapan, dan perembesan.
Tokoh Islam lainya yaitu Ibnu Khosraw dan Al Kazini yang menentukan berat jenis berbagai macam logam. Ibnu Haitham (965-1039) sudah dapat membuat cermin cekung dan cermin cembung, untuk mempelajari sifat-sifat pembiasan cahaya.
Penemuan- penemuan ilmu pengetahuan di dunia Islam dari tokoh-tokoh Islam diatas dan tokoh Islam yang lainnya, akhirnya masuk ke Eropa. Masuknya ilmu pengetahuan ke Eropa setelah perang salib menjadikan bahan bakar baru bangsa Eropa.
3.      Zaman Modern
a.       Zaman Renaissance
Pada zaman modern tahap renaissance ilmu pengetahuan berkembang pesat. Sebagai gambaran berkembangannya ilmu pengetahuan pada zaman ini, yaitu dengan munculnya tokoh Roger Bacon (1214-1294) dengan pendapatnya bahwa, pengalaman menjadi landasan utama untuk permulaan dan merupakan ujian terakhir bagi semua pengetahuan serta ilmu pengetahuan. Sejak saat itu matematika menjadi syarat mutlak, untuk mengolah semua ilmu pengetahuan.
Muncul juga tokoh yang berasal dari Italia, merupakan ahli aljabar yaitu Leonardo Pisa (1170). Leonardo pisa telah mengadakan penyelidikan yang akhirnya ia menemukan tiga akar dari persamaan pangkat tiga. Tokoh yang lain yaitu Copernicus (1473-1543), menolak pendapat Hipparchus (161-126) dan ptolemaios yang telah menentang pendapat Aristarchus (310-230 BC). Copernicus pada waktu itu berpendapat bahwa bumi dan planet-planet semua mengelilingi matahari, matahari menjadi pusat peredaran (Heliosentris).
Perkembangan ilmu pengetahuan juga Nampak dengan munculnya tokoh pada zaman ini seperti Copernicus, Galileo, dan Johanes Keppler yang telah berhasil memunculkan karyanya berupa aastronomi, ilmu alam, dan matematika. Sedangkan pada tahun 1596-1650 seorang tokoh yang terkenal dengan ucapanya Cogito ergo sum (oleh karena saya tahu saya berfikir, maka saya ada), yaitu Rene Descrates. Pada zaman itu juga ditemukan projective geometry oleh Desarque (1662). Sedangkan Fermat (1601-1665) dan Descrates (1596-1650), mengembangkan orthologonal system.
b.      Abad ke- 17 sampai 18
Awal perkembangan ilmu pengetahuan pada abad ini menurut john locke mengatakan bahwa, mula-mula rasio manusia harus dianggap as a white paper dan seluruh isinya berasal dari pengalaman.
Di prancis tokoh filsuf negarawan Montesqieu (1748).  Memunculkan ide yang menyebabkan ia terkenal, hingga saat ini dengan suasana undang-undang dan Trias politika yang dikemukakanya. Selanjutnya 14 tahun kemudian pada tahun 1762, JJ Rousseau telah menguraikan pemikiran-pemikiran tentang pendidikan. Pemikiran-pemikiran pendidikan itulah ia terkenal sebagai ahli politik dan  sosial.
Salah satu pemikirannya yaitu ia tuangkan dalam bukunya Contrak Social, menguraikan bahwa negara itu merupakan kontak sosial, berupa persetujuan yang dilakukan individu untuk memungkinlah hidup bersama secara damai.
Pada tahun 1687 Isaac Newton telah menghasilkan banyak karya diantaranya adalah tentang teori grafitasi, perhitungan calcius, dan optika. Perhitungan calcius juga diikuti oleh Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716) namun, terdapat perbedaan pada penyusunan notasinya. Ahli kimia dalam abad 17 dan 18 ini telah berhasil menemukan CO2  yaitu Joseph Black. Hingga muncul setelahnya Joseph Priestley (1733-1804), menemukan sembilan hawa NO dan Oksigen dalam tanaman. Muncul juga pada abad ini, penemu dalam bidang logika seperti, Heminton, Morgan, dan George Boole.
c.       Abad ke-19 hingga sekarang
Perkembangan ilmu pengetahuan pada abad ke-19 ditandai dengan kemajuan industri yang sangat pesat, sehingga sebagai akibatnya timbullah Revolusi Prancis. Pada abad ini perkembangan industri telah mampu membawa kemajuan dalam bidang-bidang yang lain dalam kehidupan yang lainnya. Kemajuanya membawa akibat terhadap kemajuan ekonomi, kesehatan, kesejahteraan, pendidikan. Pada abad inilah muncul cabang cabang ilmu pengetahuan seperti ilmu-ilmu sosial yang antara lain sosiologi, ekonomi, sejarah, jurnalistik, kemanusiaan dan ilmu-ilmu kemasyarakatan.




  1. PERKEMBANGAN MAKNA ILMU PENGETAHUAN/SAINS, TEKNOLOGI DAN SENI BAGI MANUSIA
1.      Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni
Adanya perkembangn ilmu pengetahuan, teknologi dan seni telah membawa kemakmuran bagi manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan alam dan teknologi telah menimbulkan cabang ilmu pengetahuan yang baru antara lain : Teknik modern, teknologi gedung dan teknologi hutan. Kemudahan yang didapat dari penerapan pengunaan teknik modern misalnya. Dengan dengan teknik modern berupa bendungan. Bendungan mendatangkan manfaat pada petani mendapatkan kemudahan mendapatkan dan memperoleh air. Keuntungan tersebut diperoleh dari penerapan teknik modern dengan teknik mengendalikan aliran air sungai. Contoh lain yaitu pengunaan teknik hutan, dengan teknik tersebut manusia mampu memanfaatkan hutan secara maksimal. Adapun hasil penerapan teknologi hutan berupa industry kayu lapis, pembuatan kertas , obyek pariwisata dan sebagainya.
2.      Manusia Sebagai Subyek Dan Obyek Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni
Kemajuan ipteks diperoleh karena manusia telah diberikan Alloh Swt berupa akal, daya, dan kemampuan. Sehingga dengan usahanya, manusia mampu menciptakan alat-alat dan perlengkapan yang canggih untuk mempermudah berbagai kegiatan manusia. Penciptaan alat dan perlengkapan ditujuan agar manusia dapat melakukan kegiatan yang lebih efektif dan efisien dalam berbagai bidang. Sebagai contoh pembuatan alat pertanian berupa traktor, alat pemotong, alat pengolah hasil pertanian, dan alat penyemprot hama oleh manusia. Pembuatan alat tersebut untuk mempermudahkan petani dalam menjalankan aktivitasnya.
Contoh yang lain dalam kedokteran dan kesehatan, manusia mampu membuat obat yang mengandung unsur radioaktif yaitu niazid, mampu menyembuhkan pernyakit TBC. Dari hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia menjadi subyek dalam membuat dan mengembangkan ipteks. Kemudian manusia yang menjadi obyek yang mengunakan teknologi yang telah diciptakannya.
3.      Hubungan IPTEKS dan Nilai
Dengan bergeraknya ipteks dengan sangat cepat, maka dirasakan perlu mencari keterkaitan antara sistem nilai dan norma-norma untuk mengimbangi perkembangannya. Perkembangan ipteks hendaknya dilandasi dengan nilai-nilai moral kemanusiaan. Hal tersebut karena manusia telah dianugrahi oleh Alloh Swt berupa akal dan pikiran, sehingga sepantasnya manusia lebih mendekatkan dirinya pada Alloh Swt. Alloh Swt yang telah menciptakan manusia dengan kesempurnaanya.

  1. DAMPAK PENYALAHGUNAAN IPTEKS DALAM KEHIDUPAN MANUSIA
Perkembagan teknologi telah banyak membantu aktivitas kehidupan manusia . Banyak manfaat ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni bagi aktivitas manusia. Namun sebaliknya, Ipteks juga akan berdampak buruk terhadap manusia jika disalahgunakan. Dampak yang diperoleh akibat direncanakan oleh manusia atau bahkan tidak direncanakan tetapi dampaknya diluar kehendak manusia. Sebagai contoh, dampak penyalahgunaan Ipteks bagi kehidupan yaitu :
1.      Nuklir
Munculnya teknologi nuklir jika disalah gunakan akan membahayakan manusia. Penyebabnya adalah debu-debu radioaktif yang berasal dari bom nuklir serta reaktor-reaktor atom.
Disamping akan berefek langsung juga akan berefek tidak langsung terhadap manusia. Efek tidak langsung yang diakibatkan oleh radioaktif adalah terjadinya perubahan struktur  zat serta pola reaksi kimia, sehingga akan merusak sel tubuh. Apabila terjadi pada gen maka gen akan menyebabkan mutasi gen yang berakibat kanker. Sebagai contoh meledaknya bom hirosima dan Nagasaki di jepang telah memporak porandakan Negara tersebut. Korban berjatuhan serta pengaruh radiasi yang mungkin masih dapat dirasakan.
2.      Polusi
Polutan atau sering dikenal dengan istilah polusi dapat merusak lingkungan. Pencemaran yang berkaitan erat dengan aktivitas manusia dapat terjadi pada pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran suara, dan pencemaran tanah.
a)      Pencemaran Udara
Pencemaran udara disebabkan oleh pembakaran pabrik yang tidak sempurna, misal minyak dan batu bara. Bahkan rokok juga merupakan polutan, baik bagi perokok itu sendiri maupun orang-orang disekitarnya. Pencemaran udara juga dapat menyebabkan efek  rumah kaca yaitu rusaknya lapisan ozon,  sehingga jika lapisan ozon telah rusak, maka sinar ultra violet akan membahayakan manusia. Pencemaran udara bahkan dapat menyebabkan pemanasan global.
b)      Pencemaran Air
Pencemaran air berasal dari limbah industri berupa zat kimia, sampah plastik dan yang lainnya. Apabila zat yang berasal dari bahan kimia tersebut berhasil masuk dalam tubuh manusia, maka akan membahayakan bagi manusia itu sendiri.

c)      Pencemaran Suara
Pencemaran berupa suara akan mampu merusak kesehatan manusia. Gangguan yang ditimbulkan oleh suara akan menganggu sistem pendengaran manusia. Selanjutnya akan merusak sistem yang lainnya misal, perubahan tekanan darah, denyut nadi , gangguan jantung, dan  strees serta gangguan yang lainnya.
3.      Pencemaran Sosial Budaya
Perkembangan teknologi terutama di kota besar akan berdampak buruk terhadap masyarakat dipedesaan. Dampak yag dapat ditimbulkan akibat pencemaran sosial budaya akan menjadikan masyarakat desa menjadi konsumtif, urbanisasi yang tidak terkendali, perubahan gaya hidup, meningkatnya kriminalitas dan sebagainya.
4.      Kloning
Kemajuan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang genetika dan biologi telah berhasil menciptakan proses kloning. Proses rekayasa duplikasi manusia secara sexual dengan klonasi. Tujuannya tidak lain membentuk anak baru, melalui proses kloning atau tanpa pembuahan dari laki-laki dan perempuan yang merupakan pasangannya. Munculnya klonasi ini pun mendapat pertentangan dari pihak agama karena dianggap telah menyalahi kodrat manusia.






BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Ilmu pengetahuan, teknologi dan seni merupakan suatu yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Perkembangan ilmu pengetahuan akan muncul terciptanya teknologi baru yang akan dimanfaatkan manusia dalam kehidupannya. Demikian pula terciptanya teknologi baru didalamnya bersentuhan dengan nilai-nilai keindahan (seni). Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang telah mendatangkan banyak manfaat bagi manusia, tidaklah datang seketika, namun melalui proses panjang menuju kesempurnaannya. Namun perkembangan ipteks yang cepat, sehingga sebagian masyarakat tidak mampu beradaptasi dan memanfaatkanya . Berkembangnya teknologi yang cukup pesat juga masih menimbulkan permasalahan baru, termasuk dampak dari penyalahgunaan ipteks baik polusi, efek rumah kaya dan efek lainya yang akan membahayakan manusia. Bukan hanya secara fisik individu tetapi juga hubungan sosial manusia. 
B.     SARAN
1.      Hendaknya manusia mempersiapkan diri untuk beradaptasi dan memanfaatkannya dengan perkembangan teknologi yang ada.
2.      Perkembangan ipteks harusnya dilandasi dengan nilai moral kemanusiaan.
Penerapan teknologi disiapkan dengan antisipasi gejala yang ditimbulkan dari teknologi tersebut.





DAFTAR PUSTAKA


Effendi, R dan Malihah, E. (2007). Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan
Teknologi. Bandung : CV Yasindo Multi Aspek dan Value Press .

Tim Sosiologi. (2004). Sosiologi. Jakarta : Yudhistira.

Ida.R. (2009). Perkembangan Teknologi Komunikasi.[Online]. Tersedia :
          http://ft.wisnuwardhana.ac.id. (20 Mei 2010).

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA TENTANG BILANGAN BULAT UNTUK SISWA KELAS V SDN SIDAMUKTI 03 TAHUN PELAJARAN 2011/2012



 
BAB  I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Dengan pendidikan itu, manusia dapat mengembangkan potensi dirinya sehingga menjadi manusia yang berkualitas atau dengan kata lain menjadi manusia yang memiliki sumber daya yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan di setiap sektor pembangunan khususnya dalam dunia pendidikan.
            Pembangunan Nasional di bidang pendidikan diperlukan peningkatan dan penyempurnaan penyelenggaraan pendidikan nasional yang disesuaikan dengan perkembangan IPTEK, perkembangan masyarakat serta kebutuhan pangan. Upaya peningkatan mutu pendidikan perlu dilakukan secara menyeluruh meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai. Pengembangan aspek-aspek tersebut dilakukan untuk meningkatkan dan mengembangkan kecakapan hidup melalui seperangkat kompetensi agar siswa dapat bertahan hidup, menyesuaikan diri, dan berhasil di masa mendatang.
            Untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut, peran lembaga pendidikan atau sekolah menjadi sangat penting. Guru sebagai pendidik juga merupakan  salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pendidikan disamping faktor keluarga dan lingkungan masyarakat. Bahkan sebagian berpendapat bahwa guru adalah ujung tombak dari pelaksanaan pendidikan. Keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan dimulai dari proses belajar mengajar yang berhasil pula. Keberhasilan proses belajar mengajar di sekolah dasar dipengaruhi oleh berbagai macam komponen pengajaran. Pemahaman terhadap kurikulum, penguasaan terhadap materi, pemilihan metode dan media yang tepat merupakan modal utama, disamping situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang  juga harus mendukung.
1
 
            Pembelajaran di SD Negeri Sidamukti 03 Siswa kelas V masih belum baik karena masih menggunakan metode konvensional dengan pembelajaran bertumpu pada guru dan lebih banyak menggunakan ceramah dan penugasan sehingga anak merasa bosan dan tidak terpacu untuk mengembangkan pengetahuan dan pada akhirnya prestasi atau hasil belajar siswa menurun. Mata pelajaran yang dianggap paling sulit yaitu matematika karena membutuhkan penalaran dan daya pikir yang tinggi sehingga harus menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi dan efektif sehingga anak tidak bosan dan terus terpacu untuk selalu belajar. Dalam pelajaran matematika di kelas V, peneliti menemukan titik kesulitan peserta didik yaitu pada materi pengoperasian bilangan bulat hal ini terbukti dengan nilai rata-rata kelas kompetensi dasar “Melakukan operasi hitung bilangan bulat termasuk penggunaan sifat-sifatnya, pembulatan dan penaksiran.”   53,42 yang jauh dari cukup dalam kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran matematika yaitu 70. Dari nilai rata-rata tersebut hanya 2 siswa (8,69 %) yang dapat melampaui KKM dengan nilai masing-masing 71,25 dan 70,25.
Berdasarkan kenyataan tersebut peneliti dituntut untuk mengembangkan pembelajaran dengan menggunakan berbagai pendekatan yang efektif dan efisien. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut peneliti akan menerapkan pendekatan yang efektif yaitu dengan menggunakan pendekatan kontekstual.  Pada hakekatnya pendekatan kontekstual (Contexstual Teaching and Learning) dapat membantu guru untuk lebih memberdayakan siswa dalam belajar, yaitu dengan mengkaitkan materi dengan dunia nyata siswa yang terkait dengan tujuh prinsipyaitu Konstruktivisime (Contructivisim), menemukan (Inquiry), beratnya (Questioning),masyarakat belajar(Learning community),pemodelan (Modelling), refleksi (reflection), dan penelitian sebenarnya (Authentic Assessment)” (Trianto, 2009: 1). Dengan kolaborasi tujuh prinsip yang tergabung dalam pendekatan kontekstual peneliti berharap peserta didik akan terangsang untuk berfikir kreatif dan mandiri sehingga akan meningkatkan pemahaman tentang pengoperasian bilangan bulat dan akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar matematika khususnya tentang pengoperasian bilangan bulat.


Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merencanakan suatu penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan judul : “Penerapan Pendekatan Konstektual dalam Peningkatkan Hasil Belajar Matematika tentang Bilangan Bulat untuk Siswa Kelas V SDN Sidamukti 03 Tahun Pelajaran 2011/2012”.

B.     Perumusan Masalah
Perumusan  masalah adalah suatu anggapan untuk dijadikan dasar dalam suatu penelitian. Bertitik tolak dari uraian dalam latar belakang masalah maka dalam penelitian ini dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut :
1.    Apakah dengan  penggunaan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar matematika tentang bilangan bulat untuk siswa kelas V SD Negeri Sidamukti 03 Tahun Pelajaran 2011/2012 ?
2.    Bagaimana pelaksanaan pendekatan kontekstual yang tepat terhadap peningkatan hasil  belajar matematika tentang bilangan bulat pada siswa kelas V SD Negeri Sidamukti 03 Tahun Pelajaran 2011/2012?
3.    Apa kendala dan solusi pendekatan kontekstual terhadap peningkatan hasil  belajar matematika tentang bilangan bulat pada siswa kelas V SD Negeri Sidamukti 03 Tahun Pelajaran 2011/2012?

C.    Tujuan Penelitian
Dari permasalahan-permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut :
1.    Untuk peningkatan hasil belajar matematika tentang bilangan bulat  dengan pendekatan kontekstual pada siswa kelas V SD Negeri Sidamukti 03 Tahun Pelajaran 2011/2012.
2.    Menerapkan pendekatan kontekstual yang tepat  pada mata pelajaran matematika tentang bilangan bulat  pada siswa kelas V SD Negeri Sidamukti 03  Tahun Pelajaran 2011/2012
3.    Untuk menemukan  kendala dan solusi pendekatan kontekstual dalam peningkatan hasil belajar matematika tentang bilangan bulat  pada siswa kelas V SD Negeri Sidamukti 03 Tahun Pelajaran 2011/2012.

D.    Manfaat Penelitian
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih luas tentang pendekatan kontekstual/CTL dalam meningkatkan hasil belajar siswa karena dengan pendekatan kontekstual pembelajaran lebih bermakna dan menyenanngkan bagi siswa.
Adapun manfaat  praktis yang dapat diperoleh dari hasil penelitian adalah sebagai berikut:
1.    Bagi Siswa
-       Meningkatkan pemahaman siswa tentang bilangan bulat.
-       Meningkatkan hasil belajar matematika tentang bilangan bulat sehingga dapat meningkatkan prestasi siswa.
-       Siswa terlibatan langsung dalam belajar   secara   mental,  emosional,  intelektual,  sosial,  dan melakukan belajar secara aktif,  kreatif, variatif, dan kontruktif, dan pada akhirnya memiliki kemampuan belajar dari segi kognitif, efektif, dan psikomotor.
-       Siswa merasa termotivasi dan terangsang untuk selalu belajar dan belajar sehingga dapat merangsang ke mata pelajaran lainnya.
1.    Bagi Guru
Dapat digunakan sebagai sarana untuk menumbuhkan kreatifitas guru dalam menggunakan berbagai pendekatan pembelajaran, khususnya mengembangkan pendekatan kontekstual dalam meningkatkah hasil belajar matematika.
2.    Bagi Sekolah Dasar
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan pendekatan pembelajaran yang efektif dan efisien sehingga sekolah lebih berkualitas.



 
BAB II
LANDASAN TEORI
A.  Tinjauan Pustaka
1. Pembelajaran Matematika Kelas V SD
a.  Belajar
1)        Pengertian Belajar
Morgan (dalam Ngalim, 2004: 84) belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Sedangkan menurut  Witherington (dalam Ngalim, 2004: 84), belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu perintah. Menurut Gagne (dalam Ngalim, 2004: 84), belajar terjadi apabila suatu stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi. Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya. (Oemar Hamalik, 2008: 27).
Aunurrahman (2009: 35) belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Abdillah (dalam Aunurrahman, 2009: 35) belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu. 
5
 
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan belajar adalah suatu proses  yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku baru didalam kepribadiannya secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman, latihan atau interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik relatif menetap untuk memperoleh tujuan tertentu yang bersifat relatif lama dan menetap.
Ngalim (2004: 84) menyebutkan beberapa elemen-elemen yang penting yang mencirikan pengertian tentang belajar, yaitu: (1) belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk, (2) belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman, dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar, seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri bayi, (3) untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap, harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang. Berapa lama periode waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun, (4) tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti: perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah/berpikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan ataupun sikap.
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar (Dimyati dan Mujiono, 1999: 7). Belajar juga merupakan proses internal yang kompleks. Yang terlibat dalam proses internal tersebut adalah seluruh mental, yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Guru dapat mengamati proses belajar tersebut dengan memahami perubahan perilaku yang tampak pada siswa ketika pembelajaran berlangsung. Perilaku tersebut merupakan respons siswa terhadap tindakan pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Siswa yang belajar berarti menggunakan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik



2)   Teori Belajar
Teori belajar berguna untuk memperjelas tentang pengertian belajar dan bagaimana proses pembelajaran itu terjadi. Setiap teori belajar mempunyai pandangan yang berbeda yang satu dengan yang lainnya.
Menurut teori conditioning, Pavlov & Watson (dalam Ngalim, 2004: 90) berpendapat bahwa “belajar adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (condition) yang kemudian menimbulkan reaksi (responses)”. Untuk menjadikan seseorang itu belajar haruslah diberikan syarat-syarat tertentu. Sementara itu, Guthrie (dalam Ngalim, 2004: 92) beranggapan bahwa “tingkah laku pada manusia dapat diubah dengan metode reaksi berlawanan, metode membosankan, dan metode mengubah lingkungan.”
Teori Systematic behavior Hull (dalam Ngalim, 2004: 97) mengemukakan teorinya bahwa “suatu kebutuhan atau keadaan terdorong (oleh motif, tujuan, maksud, aspirasi, ambisi) harus ada dalam diri seseorang yang sedang belajar, sebelum suatu respon dapat diperkuat atas dasar pengurangan kebutuhan itu.” 
Teori Conectionism Thorndike (dalam Ngalim, 2004: 98) membagi proses belajar menjadi dua, yaitu (1) trial and error (mencoba-coba dan mengalami kegagalan), (2) law of effect, yang berarti segala tingkah laku yang berakkibatkan suatu keadaan yang memuaskan (cocok dengan tuntutan situasi) akan diingat dan dipelajari dengan sebaik-baiknya.
Teori dari Gestalt (dalam Ngalim, 2004: 100) sering disebut dengan field theory atau insightfull learning. Belajar menurut teori Gestalt dapat diterangkan sebagai berikut. Pertama, dalam belajar faktor pemahaman atau pengertian (insight) merupakan faktor yang penting. Kedua, dalam belajar, pribadi atau organisme memegang peranan yang paling sentral.
Dari beberapa teori belajar diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan yang terjadi karena ada syarat yang dipengaruhi oleh kebutuhan atau dorongan dengan melibatkan proses (trials and errors) untuk mendapatkan sesuatu yang bermakna guna mengubah tingkah laku
3)   Mengajar
Nasution (dalam Muhibbin, 2008: 183) mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Sedangkan mengajar diartikan sebagai suatu keadaan atau suatu aktivitas untuk menciptakan suatu situasi yang mampu mendorong siswa untuk belajar (Aunurrahman, 2009: 34).
Oemar Hamalik (2008: 44) menerangkan bahwa pengertian mengajar itu bersumber dari berbagai  pendapat yaitu (1) mengajar ialah menyampaikan pengetahuan kepada siswa didik atau murid di sekolah, (2) mengajar adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi muda melalui lembaga pendidikan sekolah, (3) mengajar adalah usaha mengorganisasi lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa,  (4) mengajar adalah memberikan bimbingan balajar kepada murid, (5) mengajar adalah kegiatan mempersiapkan siswa untuk menjadi warga negara yang baik sesuai dengan tuntutan masyarakat, dan (6) mengajar adalah suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu aktivitas organisasi yaitu lembaga pendidikan untuk menyampaikan pengetahuan kepada siswa, mewariskan kebudayaan, memberikan bimbingan, untuk mempersiapkan dan membantu siswa  agar terdorong untuk belajar dengan harapan dapat menjadi warga negara yang baik sesuai dengan  tuntutan guna menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari. Situasi dalam mengajar tidak harus berupa transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa saja, akan tetapi dapat dengan cara lain misalnya belajar melalui media pembelajaran yang sudah disiapkan.

4)  Pembelajaran      
Pembelajaran adalah upaya pembimbingan terhadap siswa agar siswa itu secara sadar dan terarah berkeinginan untuk belajar dan memperoleh hasil belajar sebaik-baiknya, sesuai dengan keadaan dan kemampuan siswa yang bersangkutan (Rochman, 1991/1992: 23). Menurut Wina Sanjaya (2008: 216) bahwa istilah pembelajaran (instruction) itu menunjukkan pada usaha siswa mempelajari bahan pelajaran sebagai akibat perlakuan guru. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU No. 20/2003, Bab I Pasal 1 Ayat 20).
Aunurrahman (2009: 44) menyatakan bahwa pembelajaran sebagai suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mendukung dan mempengaruhi terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa pembelajaran adalah serangkaian  usaha sadar dan terarah, yang dirancang, disusun sedemikian rupa dari guru kepada siswa untuk mempelajari bahan pelajaran  sehingga timbul interaksi antara siswa, pendidik, dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk memperoleh hasil belajar sebaik-baiknya sesuai dengan keadaan dan kemampuan siswa yang bersangkutan. Dalam proses pembelajaran, pengembangan kemampuan berinteraksi, berkomunikasi antara guru dan siswa dilandasi sikap saling menghargai, dan dilakukan secara terus menerus dalam setiap kegiatan pembelajaran. Karena itu, guru hendaknya dapat memberikan dorongan dan arahan kepada siswa untuk mencari berbagai sumber yang dapat membantu peningkatan pengetahuan dan pemahaman mereka tentang bahan ajar.
Dalam proses pembelajaran, guru harus mengenali kepribadian masing-masing siswa dalam upaya pemberdayaan diri. Dengan mengenali kepribadian siswa, guru akan menemukan kelebihan dan kekurangan pada diri siswa dalam belajar. Ada dua faktor yang mempengaruhi belajar yaitu: (1) faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri atau yang disebut faktor individual. Adapun yang termasuk kedalam faktor individual antara lain faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi dan faktor pribadi, (2) faktor yang ada diluar individu atau yang disebut faktor sosial. Yang termasuk kedalam faktor sosial antara lain faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial (Ngalim, 2004: 102).
Proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dituntut untuk mampu membimbing dan memfasilitasi siswa agar mereka dapat memahami kekuatan, kelebihan maupun kekurangan yang mereka miliki, untuk selanjutnya guru memberikan motivasi agar siswa terdorong untuk bekerja atau belajar sebaik mungkin untuk mewujudkan keberhasilannya. Dalam kegiatan pembelajaran, guru dituntut untuk memiliki sikap terbuka dan sabar agar dengan hati yang jernih dan rasional dapat memahami siswanya. Drost (dalam Aunurrahman, 2009: 14) mengemukakan bahwa selayaknya guru tidak secara gegabah melihat kesalahan siswa, akan tetapi lebih baik mencari sisi positif  dan berusaha memberikan pujian, seandainya teguran diperlukan, hal itu hendaknya tidak dilakukan dengan nada membenci.
Pembelajaran berupaya mengubah masukan berupa siswa yang belum terdidik, menjadi siswa yang terdidik, siswa yang belum memiliki pengetahuan tentang sesuatu, menjadi siswa yang memiliki pengetahuan. Demikian pula siswa yang memiliki sikap, kebiasaan atau tingkah laku yang belum mencerminkan eksistensi dirinya sebagai pribadi baik atau positif, menjadi siswa yang memiliki sikap, kebiasaan atau tingkah laku yang baik. Pembelajaran yang efektif ditandai dengan terjadinya proses belajar dalam diri siswa, dan hasil belajar dapat dilihat secara langsung.
5)  Prinsip-prinsip Belajar
Agar aktivitas yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran terarah pada upaya peningkatan potensi siswa secara komprehensip, maka pembelajaran harus dikembangkan sesuai dengan prinsip-prinsip yang benar, yang bertolak dari kebutuhan internal siswa untuk belajar. Seperti yang dikemukakan Davies (dalam Aunurrahman, 2009: 113), beberapa hal yang dapat menjadikan kerangka dasar bagi penerapan prinsip-prinsip belajar dalam proses pembelajaran,  yaitu (1) hal apapun yang dipelajari murid, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya, (2) setiap murid belajar menurut tempo (kecepatannya) sendiri dan untuk setiap kelompok umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar, (3) seorang murid belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan penguatan (reinforcement), (4) penguasaan secara penuh dari setiap langkah-langkah pembelajarn, memungkinkan murid belajar secara lebih berarti, dan (5) apabila murid diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, dan ia akan belajar dan mengingat lebih baik.
Aunurrahman (2009: 114), beberapa prinsip-prinsip belajar yang dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran adalah (1) prinsip perhatian dan motivasi, (2) prinsip transfer dan retensi, (3) prinsip keaktifan, (4) prinsip keterlibatan langsung, (5) prinsip pengulangan, (6) prinsip tantangan, (7) prinsip balikan dan penguatan, dan (8) prinsip perbedaan individual. Disamping prinsip belajar yang berlaku umum tersebut, masih ada kekhususan prinsip belajar pada masing-masing ranah pembelajaran, yang dijabarkan dalam tiga prinsip yaitu prinsip-prinsip belajar kognitif, prinsip-prinsip belajar afektif, dan prinsip-prinsip belajar     psikomotorik. 
Dari penjelasan yang diuraikan di atas maka dapat disimpulkan Prinsip belajar dapat diartikan sebagai pandangan-pandangan mendasar dan dianggap penting yang dijadikan sebagai pegangan di dalam melaksanakan kegiatan belajar. Prinsip belajar dapat merupakan akumulasi pengalaman panjang guru tentang hal-hal yang positif yang mendukung terjadinya proses belajar dan pencapaian hasil belajar yang diharapkan.Prinsip-prinsip belajar bermanfaat untuk memberikan arah tentang apa saja yang sebaiknya dilakukan guru agar para siswa dapat berperan aktif di dalam proses pembelajaran.
b.  Hasil Belajar  
Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar (Mulyono Abdurrahman, 2003: 37). Sedangkan menurut Poerwanto (2008) hasil belajar adalah hasil yang dicapai seseorang dalam usaha belajar sebagaimana tertera dalam raport. Sedangkan hasil dari pengolahan hasil belajar akan tersusun sebuah prestasi belajar. Hasil belajar merupakan sesuatu yang telah dibuat melalui belajar. Selain itu pada umumnya hasil belajar dilakukan melalui tes, dan kebanyakan tes tertulis (Hamid Hasan dan Asmawi Zainul, 1991: 29).
Chaedar Alwasih (2008: 18) mengemukakan bahwa belajar menghasilkan perubahan perilaku anak didik yang relatif permanen. Sedangkan menurut Wina Sanjaya (2008, 187) mengemukakan bahwa hasil belajar atau penilaian tidak semata-mata diarahkan untuk memperoleh gambaran kemampuan siswa dalam mencapai kompetensi melalui angka yang diperoleh, akan tetapi hasil penilaian belajar harus memberikan umpan balik untuk memperbaiki proses pembelajaran yang dilakukan guru maupun siswa, sehingga hasil belajar akan lebih optimal.   
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Hasil belajar dapat berupa perubahan tingkah laku, pengetahuan, perilaku yang relatif permanen, pribadi dan kemampuan berpikir sehingga dapat memberikan umpan balik untuk memperbaiki proses pembelajaran yang dilakukan guru maupun siswa, sehingga hasil belajar akan lebih optimal.

c.  Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
Oemar Hamalik (2003: 102) menyatakan bahwa Berhasil atau tidaknya belajar itu tergantung pada faktor individual dan sosial. Faktor  individual meliputi: faktor kematangan/ pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi dan faktor pribadi, sedangkan faktor sosial meliputi: faktor keluarga/ keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang digunakan dalam mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia dan motivasi sosial.
Ngalim Purwanto (2004: 107) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar yaitu faktor dari luar meliputi lingkungan dan instrumental, sedangkan faktor dari dalam meliputi fisiologi dan psikologi
Dari uraian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ada dua yaitu, faktor dari luar diri siswa  (faktor sosial) yang meliputi faktor keluarga siswa/ lingkungan siswa tinggal, cara guru mengajar, alat yang digunakan guru dalam mengajar/ sarana dan fasilitas  dan faktor dari dalam diri siswa  (faktor individual) meliputi kondisi fisik siswa dan psikologi siswa.

d.  Matematika
1) Pengertian Matematika
Menurut Wahyudi (2008: 3 ), matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya yang sudah diterima, sehingga kebenaran antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas.
Menurut James dan James (dalam Ruseffendi, 1992: 27), matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lainnya dengan jumlah yang banyaknya terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan goemetri.
Dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI (2007: 10) matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.
Menurut Johnson dan Rising (dalam Russfendi, 1992: 28),  mengatakan bahwa Matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logis. Sedangkan menurut Reys dkk. (dalam Russfendi, 1992: 28), mengatakan bahwa “matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat”.
Menurut Jhonson dan Myklebust (dalam Mulyono Abdurrahman, 2003: 252) matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan–hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir. Mathematics is a collection of extended, collaborative games of ’what if’, played by mathematicians who make up sets of rules (axioms) and then explore the consequences (theorems) of following those rules (http://mathforum.org/dr.math/).
Cornelius (dalam Mulyono Abdurrahman, 2003: 253) mengemukakan lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan (1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu  atau telaah logika, tentang bahan kajian mengenai bentuk, susunan besaran dan konsep yang terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri yang dibangun melalui proses penalaran deduktif, dan bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan–hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir.
2)  Fungsi Matematika
Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen, sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir dan model matematika serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan (Wahyudi, 2008: 3).
Menurut Asep Jihad (2008: 153) mengemukakan bahwa matematika berfungsi sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan mengembangkan ketajaman penalaran yang dapat memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa fungsi matematika sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen, sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir dan model matematika serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan
3) Ruang Lingkup
Standar Kompetensi Matematika merupakan seperangkat kompetensi matematika yang dibakukan dan harus dicapai oleh siswa pada akhir periode pembelajaran. Standar ini dikelompokkan dalam kemahiran matematika, bilangan, pengukuran dan geometri, aljabar, statistika dan peluang, trigonometri, dan kalkulus (Wahyudi, 2008: 3).
Dalam Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP) SD Negeri Sidamukti 03 (2011: 9) menyatakan bahwa ruang lingkup matematika meliputi aspek bilangan, geometri dan pengukuran serta pengolahan data.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup matematika untuk Sekolah Dasar yaitu bilangan, geometri dan pengukuran serta pengolahan data (statistika).
4) Tujuan Pembelajaran Matematika
 Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD Negeri Sidamukti 03 (2011, 9) menyebutkan tujuan matematika yaitu: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, malakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika menyelesaikan model dan mennafsirkan solusi yang diperoleh, (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, dan media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu
    5) Pembelajaran Matematika
Gatot Muhsetyo (2007: 1.26 ), pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari. Tujuan pembelajaran matematika adalah melatih cara berfikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten. Pembelajaran matematika di tingkat Sekolah Dasar diharapkan terjadi reinvention (penemuan kembali). Penemuan kembali adalah menemukan suatu cara penyelesaian secara informal dalam pembelajaran di kelas, walaupun penemuan tersebut sederhana dan bukan hal baru bagi orang yang telah mengetahui sebelumnya, tetapi bagi siswa SD penemuan tersebut merupakan sesuatu hal yang baru.
Selain itu menurut Asep Jihad (2008: 155) menjelaskan bahwa pembelajaran matematika membentuk persesi positif terhadap pelajaran matematika dengan pol-pola antara lain: (1) mengaitkan pengalaman konsep sehari-hari ke dalam konsep matematika, (2) memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan pola, membuat dugaan, menjeneralisasikan, membuktikan, mengambil kesimpulan, dan membuat keputusan, (3) membuat formulasi soal dan tidak rutin, (4) mengembangkan metode yang bervariasi,dan (5) meluruskan tujuan secara riil, membangun suasana belajar yang menyenangkan dan memberikan penghargaan bagi setiap pekerjaan anak. 
Dari uraian diatas dapat disimpulkan pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari dengan menggunakan pola mengaitkan, menemukan, memformulasikan, mengembangkan dan membangun suasana belajar yang menyenangkan serta memberi penghargaan bagi setiap pekerjaan anak.
6) Silabus Pembelajaran Matematika
Asep Jihad (2008: 113) mengemukakan bahwa silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Selain itu silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajarandan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
Dari pendapat di atas disimpulkan bahwa silabus matematika adalah rencana pembelajaran matematika yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar.

e.       Bilangan Bulat
1)   Pengertian Bilangan Bulat
Wahyudi (2008: 92) menyatakan bahwa bilangan bulat merupakan gabungan antara bilangan asli dengan bilangan-bilangan negatifnya serta bilangan nol.
Bilangan bulat jika ditunjukkan pada garis bilangan menjadi sebagai berikut:
Meliputi :
a.       Bilangan bulat negatif ialah bilangan bulat yang terletak di sebelah kiri angka 0 (nol).
Bilangan bulat negatif: -1, -2,-3, -4, -5, ...
b.      Bilangan bulat positif ialah bilangan bulat yang terletak di sebelah kanan angka 0 (nol).
Bilangan bulat positif: 1, 2, 3, 4, 5, ...
c.       Angka 0 (nol) termasuk bilangan bulat. Bilangan 0 (nol) tidak positif dan tidak negatif. Bilangan 0 (nol) adalah bilangan netral.
d.      Pada garis bilangan, letak bilangan makin ke kanan makin besar dan makin ke kiri makin kecil. Bilangan bulat meliputi:
Bilangan bulat genap: ... , -6, -4, -2, 0, 2, 4, 6, ...
 Bilangan bulat ganjil: ... , -7, -5, -3, -1, 1, 3, 5, 7, ...

Bilangan bulat jika dinyatakan dengan anak panah seperti di bawah ini :
Anak panah tersebut menunjukkan bilangan-bilangan
 

2)   Operasi Bilangan Bulat
Operasi hitung bilangan bulat meliputi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.keempat jenis operasi hitung itu dioperasikan menggunakan garis bilangan yaitu :
-          Operasi Penjumlahan
a.       Penjumlahan bilangan positif dan bilangan positif


b.      Penjumlahan bilangan negatif dan bilangan negatif
c.       Penjumlahan bilangan negatif dan bilangan positif
d.      Penjumlahan bilangan positif dan bilangan negatif
e.       Penjumlahan bilangan bulat dan nol (0)
f.       Penjumlahan bilangan bulat yang berlawanan




-          Operasi Pengurangan  
a.       Pengurangan bilangan positif dan bilangan positif
 
b.      Pengurangan bilangan negatif dan bilangan positif
c.       Pengurangan bilangan negatif dan bilangan positif

d.      Pengurangan bilangan positif dan bilangan negatif






-          Operasi Perkalian
a.       Bilangan bulat positif x bilangan bulat positif = bilangan bulatpositif.
b.      Bilangan bulat positif x bilangan bulat negatif =bilangan bulatnegatif.
c.       Bilangan bulat negatif x bilangan bulat positif =bilangan bulat negatif.
d.      Bilangan bulat negatif x bilangan bulat negatif=bilangan bulat positif.
Keterangan :
                 

-          Operasi Pembagaian
a.       Bilangan bulat positif : bilangan bulat positif = bilangan bulat positif.
b.      Bilangan bulat positif : bilangan bulat negatif = bilangan bulat negatif.
c.       Bilangan bulat negatif : bilangan bulat positif = bilangan bulat negatif.
d.      Bilangan bulat negatif : bilangan bulat negatif = bilangan bulat positif.
Keterangan :
            

f.       Karakteristik Siswa SD
Keberhasilan proses pembelajaran di sekolah antara lain ditentukan oleh ketepatan pemahaman guru terhadap perkembangan murid. Pemahaman terhadap perkembangan murid tersebut, dapat menjadi dasar bagi pengembangan strategi dan proses pembelajaran yang membantu murid mengembangkan perilaku-perilakunya yang baru (Mokhamad Fanani, dalam  http://fanani88.blogspot.com /2009/11/karakteristik-anak-sd.html). Kenyataan menunjukkan bahwa pada setiap murid memiliki karakteristik pribadi atau perilaku yang relatif berbeda dengan murid lainnya. Keragaman perilaku ini mengandung implikasi akan perlunya data dan pemahaman yang memadai terhadap setiap murid.
Menurut Piaget (Dalam Achmad Mk http://one.indoskripsi.com/judul- skripsi-makalah-tentang/memahami-karakteristik-anak-dalam-mengatasi-masalah-belajar-murid-di-s), Anak adalah seorang yang aktif, membentuk atau menyusun pengetahuan mereka sendiri pada saat mereka mengeksplorasi lingkungan dan kemudian tumbuh secara kognitif terhadap pemikiran-pemikiran yang logis.
Perkembangan dan karakteristik anak pada usia sekolah dasar berbeda-beda. Antara anak yang satu dengan anak yang lainnya, karakteristik anak pada masa kelas rendah, berbeda pada masa kelas tinggi. Hal ini dapat dilihat dalam proses pembelajaran anak, usia sekolah dasar utamanya yang ada di kelas rendah belum dapat mengembangkan keterampilan kognitifnya secara penuh, akan tetapi anak di kelas tinggi sudah bisa mengembangkan keterampilan kognitif, dan sudah dapat berfikir, berkreasi secara luas
Karakteristik anak usia sekolah dasar secara umum sebagaimana dikemukakan Bassett, Jacka, dan Logan (Achmad Mk http://one.indoskripsi. com/judul-skripsi-makalah-tentang/memahami-karakteristik-anak-dalam-mengatasi-masalah-belajar-murid-di-s) berikut ini:
a.    Mereka secara alamiah memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik akan dunia sekitar yang mengelilingi mereka sendiri.
b.    Mereka senang bermain dan lebih suka bergembira/riang
c.    Mereka suka mengatur dirinya untuk menangani berbagai hal, mengeksplorasi suatu situasi dan mencobakan usaha-usaha baru
d.   Mereka biasanya tergetar perasaannya dan terdorong untuk berprestasi sebagaimana mereka tidak suka mengalami ketidakpuasan dan menolak kegagalan-kegagalan
e.    Mereka belajar secara efektif ketika mereka merasa puas dengan situasi yang terjadi
f.     Mereka belajar dengan cara bekerja, mengobservasi, berinisiatif dan mengajar anak-anak lainnya.
Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar, yaitu kira-kira umur 9,0 atau 10,0 sampai kira-kira umur 12,0 atau 13,0. Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini adalah sebagai berikut :
1)        Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit; hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.
2)        Amat realistik, ingin tahu dan ingin belajar.
3)        Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus, yang oleh ahli-ahli yang mengikuti teori faktor ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor.
4)        Sampai kira-kira umur 11,0 anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya, untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi keinginannya; setelah kira-kira umur 11,0 pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikannya sendiri.
5)        Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah.
6)        Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan ini biasanya anak tidak lagi terikat kepada aturan permainan yang tradisional; mereka membuat peraturan sendiri
Perkembangan siswa SD secara garis besar dimulai dari usia 6/7 tahun sampai dengan usia 12/13 tahun. Menurut Piaget pada usia ini, siswa SD berada pada tahap operasional konkrit dan mungkin sebagian berada pada tahap formal. Sehingga ketika guru mengajarkan matematika dengan pendekatan problem solving sebaiknya memperhatikan kondisi perkembangan tersebut. Hal ini sejalan dengan teori Bruner yang mengatakan bahwa usia SD berada pada tahap enactive, iconic dan sebagian sudah ke tahap symbolic. Yang artinya proses pembelajaran yang dilakukan masih harus dibantu oleh benda-benda konkrit. Hanya sebagian saja yang mungkin sudah dapat berpikir formal/abstrak sehingga tidak perlu lagi menggunakan benda konkrit.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karakteistik siswa SD mempunyai perbedaan berdasarkan tingkat umurnya dan secara garis besar usia siswa SD (7-12 tahun) berada pada tahap operasional konkret.
2.      Pendekatan Kontekstual
a.      Pengertian Pendekatan Kontekstual
Elaine B. Johnson (2009: 57) berpendapat bahwa “CTL adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa”.
Trianto (2009: 107) menjabarkan pendekatan kontekstual sebagai berikut:
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).
Wina Sanjaya (2008, 109) mengemukakan bahwa Contextual Teaching and learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Sedangkan menurut Chaedar Alwasih (2008, 14) mengemukakan bahwa sebuah CTL adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima dan mereka mekna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya.
Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa “pendekatan kontekstual merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa antara pengetahuan yang dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran sehingga benar-benar menghasilkan kualitas pembelajaran yang efektif dan efisien.”
b.      Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Masnur Muslich (2007: 42) berpendapat bahwa Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting), (2) pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningfull learning), (3) pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna pada siswa (learning by doing), (4) pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, salingmengoreksi antar teman (learning in a group), (5) pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerjasama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply), (6) pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif dan mementingkan kerjasama (learning to ask, to inquiry, to work together), (7) pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity).
Secara lebih sederhana Nurhadi (dalam Masnur Muslich, 2008: 42) mendeskripsikan karakteristik pembelajaran kontekstual dengan cara menderetkan sepuluh kata kunci, yaitu: (1) kerjasama, (2) saling menunjang, (3) menyenangkan, tidak membosankan, (4) belajar dengan gairah, (5) pembelajaran terintegrasi, (6) menggunakan berbagai sumber, (7) siswa aktif, (8) sharing dengan teman, (9) siswa kritis, (10) guru kreatif.
Wina Sanjaya (2009: 110) mengemukakan bahwa terdapat 5 karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL yaitu: (1) dalam CTL pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge), (2) memperoleh dan menambah pengetahuan baru (actuairing knowledge), (3) pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), (4) mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge),  (5) melakukan refleksi (reflecting knowledge).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik pembelajaran kontekstual antara lain: (1) pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge), (2) memperoleh dan menambah pengetahuan baru dengan kerjasama, saling menunjang, menyenangkan, aktif dan kreatif, (3) pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), (4) mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge) yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting), dan (5) melakukan refleksi (reflecting knowledge)
c.       Prinsip Dasar Setiap  Pembelajaran Kontekstual
Trianto (2009: 111-120) mengemukakan bahwa Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melibatkan tujuh asas atau komponen utama, yaitu:
1)   Contructivism (kontruktivisme, membangun, membentuk)
Kontruktivisme merupakan landasan teoretis pendidikan modern. Pembelajaran yang berciri konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif berdasarkan pengetahuan dan pengetahan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Prinsip dasar kontruktivisme dalam praktik pembelajaran yang harus dipegang oleh guru adalah sebagai berikut: (a) proses pembelajaran harus lebih utama dari hasil pembelajar, (b) informasi bermakna dan relevan dengan kehidupan nyata siswa lebih penting daripada informasi verbalistis, (c) siswa mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan dan meneapkan idenya sendiri, (d) siswa diberikan kebebasan untuk menerapkan strateginya sendiri dalam belajar, (e) pengetahuan siswa tumbuh dan berkembang melalui pengalaman sendiri, (f) pengalaman siswa akan berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila diuji dengan pengalaman baru, (g) pengalaman siswa dibangun secara asimilasi (yaitu pengetahuan dibangun dari struktur pengetahuan yang sudah ada) maupun akomodasi (yaitu struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menampung/menyesuaikan hadirnya pengalaman baru).
2)   Questioning (bertanya)
Komponen bertanya (questioning) merupakan strategi pembelajaran CTL, yang memandang bahwa pembelajaran CTL merupakan suatu upaya guru yang bisa mendorong siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berpikir siswa. Pada sisi lain, kenyataan menunjukan bahwa pemerolehan pengetahuan seseorang selalu bermula dari bertanya. Prinsip yang perlu diperhatikan guru dalam pembelajaran berkaitan dengan komponen bertanya diantaranya: (a) penggalian informasi lebih efektif apabila dilakukan melaui bertanya, (b) konfirmasi terhadap apa yang sudah diketahui lebih efektif melalui tanya jawab, (c) dalam rangka penambahan atau pemantapan pemahaman lebih efektif dilakukan lewat diskusi, (d) bagi guru, bertanya pada siswa mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa, (e) dalam pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk: menggali informasi, mengecek pemahaman siswa, membangkitkan respon siswa, mengetahui kadar keingintahuan siswa, mengetahui hal-hal yang diketahui siswa, memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru, membangkitkan lebih banyak pertanyaan bagi diri siswa, dan menyegarkan pengetahuan siswa.
3)   Inquiry (menyelidiki, menemukan)
Komponen menemukan (inquiry) merupakan kegiatan inti CTL. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Dengan demikian pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa tidak dari hasil mengingat fakta , tetapi hasil menemmukan sendiri dari fakta yang dihadapinya. Prinsip yang bisa dipegang guru ketika menerapkan komponen inquiry dalam pembelajaran adalah: (a) pengetahuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan sendiri, (b) informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti dengan bukti-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa, (c) siklus inquiry adalah observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hipotesis), pengumpulan data (data gathering), dan penyimpulan (conclusion), (d) langkah kegiatan inquiry adalah merumuskan masalah, mengamati dan melakukan observasi, menganalisis dan menyajikan hasil, mengkomunikasikan atau menyajikan.
4)   Learning community (masyarakat belajar)
Konsep Masyarakat belajar (learning community) menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa hasil belajar bisa diperoleh dari sharring antar teman, antar kelompok, dan dan antara yang tahu kepada yang tidak tahu, baik didalam maupun diluar kelas. Prinsip yang bisa diperhatikan guru ketika menerapkan pembelajaran yang berkonsentrasi pada komponen learning community antara lain: (a) pada dasarnya hasil belajar diperoleh dari kerjasama atau sharing dengan pihak lain, (b) sharing terjadi apabila ada pihak yang saling member dan saling menerima informasi, (c) sharing terjadi ada komunikasi dua atau multiarah, (d) masyarakat belajar terjadi apabila masing-masing pihak yang didalamnya sadar akan pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang dimilikinya bermanfaat bagi yang lain, (e) yang terlibat dalam masyarakat belajar pada dasarnya bisa menjadi sumber belajar.
5)   Modeling (Pemodelan)
Komponen Pemodelan (modeling) menyatakan bahwa pembelajaran keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh tentang, misalnya cara mengoperasikan sesuatu, menunjukan hasil karya, mempertontonkan suatu penampilan. Cara pembelajaran seperti ini akan lebih cepat dipahami siswa daripada hanya bercerita atau memberikan penjelasa pada siswa  tanpa ditunjukan modelnya atau contohnya. Prinsip yang bisa diperhatikan guru ketika melaksanakan pembelajaran adalah sebagai berikut: (a) pengetahuan atau keterampilan diperoleh dengan mantap apabila ada model atau contoh yang bisa ditiru, (b) model atau contoh bisa diperoleh langsung dari yang kompeten atau dari ahliya, (c) model atau contoh bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, contoh hasil karya, atau model penampilan.
6)   Reflection (Refleksi atau Umpan Balik)
Refleksi (reflection) merupakan bagian terpenting pada pembelajaran dengan pendekatan CTL. Dengan memikirkan kembali apa yang baru dipelajari, menelaah dan merespon semua kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, bahwa memberikan masukan atau saran jika diperlukan, siswa akan menyadari bahwa pengetahuan yang diperolehnya merupakan pengayaan bahkan revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Kesadaran seperti ini penting ditamanmkan kepada siswa agar ia bersikap terbuka terhadap pengetahuan-pengetahuan baru. Prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru dalam rangka penerapan komponen refleksi adalah sebagai berikut: (a) perenungan atas sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh merupakan pengayaan atau pengetahuan sebelumnya, (b) perenungan merupakan respon atau kejadian aktivitas, atau pengetahuan yang telah diperolehnya, (c) perenungan bisa berupa menyampaikan penilaian atas pengetahuan yang baru diterima, membuat catatan singkat, diskusi dengan teman sejawat, atas unjuk kerja.
7)   Authentic Assessment
Penilaian autentik (authentic assessment) merupakan ciri khusus dari pendekatan kontekstual dimana proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar siswa. Gambaran pengalaman siswa ini perlu diketahui guru setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses belajar siswa. Dengan demikian penilaian autentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisis dan menafsirkan data  yang telah terkumpul ketika atau dalam proses pembelajaran siswa berlangsung, bukan semata-mata pada hasil pembelajaran. Prinsip dasar yang menjadi perhatian guru ketika menerapkan konponen penilaian autentik adalah sebagai berikut: (a) penilaian autentik bukan menghakimi siswa tetapi untuk mengetahui perkembangan belajar siswa, (b) penilaian dilakukan secara komprehensif dan seimbang antara proses dan hasil, (c) guru menjadi penilai yang konstruktif (constructive evaluators) yang dapat merefleksi bagaimana siswa belajar, bagaimana siswa menghubungkan apa yang mereka ketahui dengan berbagai konteks belajar, (d) penilaian autentik memberikan kesempatan siswa untuk dapat mengembangkan penilaian diri (self assessment) dan penilaian sesame (peer assessment), (e) penilaian autentik mengukur keterampilan dan performansi dengan kriteria yang jelas (performance-based), (f) penilaian autentik dilakukan dengan berbagai alat secara berkesinambungan sebagai bagian integral dari proses pembelajaran, (g) penilaian autentik dapat dimanfaatkan oleh siswa, orangtua dan sekolah untuk mendiagnosis kesulitan belajar, umpan balik pembelajaran, dan/atau untuk menentukan prestasi siswa.
Selain itu menurut Wina Sanjaya (2008: 264-269) menjelaskan bahwa CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran mempunyai 7 asas yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran yaitu antara lain:
1)   Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa  berdasarkan pengalaman. Pengetahuan siswa tidak bersifat statis tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengkonstruksinya.
2)   Inkuiri
Proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah antara lain: Merumuskan masalah, Menajukan hipotesis, Mengumpulkan data, Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan, dan Membuat kesimpulan.
3)   Bertanya
Bertanya dapat  dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berfikir. Kegunaan kegiatan bertanya antara lain: Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran, Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar, Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu, Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan, dan Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.
4)   Masyarakat belajar
Konsep masyakat belajar dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain.
5)   Permodelan
Proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa.  
6)   Refleksi
Proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya.
7)   Penilaian nyata
Penilaian nyata dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.
Bertolak dari prinsip-prinsip dasar komponen pendekatan CTL, dapat diambil kesimpulan bahwa dalam pendekatan kontekstual menggunakan 7 prinsip dasar atau asas yaitu (1) Konstruktivisme (Construktivism), (2) inkuiri (inquiry), (3) bertanya (questioning), (4) masyarakat belajar (learning community), (5) permodelan (modeling), (6) refleksi (reflection), dan penilaian nyata (authentic assessment).
d.      Strategi Pembelajaran Kontekstual
Trianto (2009: 109-110) berpendapat bahwa strategi pembelajaran yang dapat dikembangkan oleh guru melalui pembelajaran kontekstual antara lain sebagai berikut:
1)   Menghubungkan (relating), guru menghubungkan konsep baru dengan sesuatu yang telah diketahui oleh siswa.
2)   Mencoba (experience), guru harus dapat memberikan kegiatan yang hands-on kepada siswa sehingga dari kegiatan yang dilakukan siswa tersebut dapat membangun pengetahuannya.
3)   Mengaplikasi (applying), guru dapat memotivasi suatu kebutuhan untuk memahami konsep dengan memberikan latihan yang realistis dan relevan sehingga siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep ketika siswa berhubungan dengan aktivitas penyelesaian masalah yang hands-on.
4)   bekerjasama (cooperating), siswa harus bekerjasama, saling berbagi, merespons, dan berkomunikasi dalam belajar.
5)   proses transfer ilmu (transferring), guru harus mentransfer ilmu atau pengetahuan di dalam kelas.
Chaedar Alwasih(2008, 21-23) mengemukakan bahwa ada sejumlah strategi yang mesti ditempuh dalam pendekatan kontekstual antara lain:
1)   Pengajaran berbasis problem, dengan memunculkan problem yang dihadapi bersama, siswa ditantang untuk berfikir kritis untuk memecahkan problem itu.
2)   Menggunakan konteks yang beragam, guru membermaknakan pusparagam konteks (sekolah, keluarga, masyarakat, tempat kerja, dan sebagainya) sehingga makna (ilmu pengetahuan) yang diperoleh siswa menjadi semakin berkualitas.
3)   Mempertimbangkan kebhinekaan siswa, guru mengayomi individu dan meyakini bahwa perbedaan individual dan sosial seyogyanya dibermaknakan menjadi mesin penggerak untuk belajar saling menghormati dan membangun toleransi demi terwujudnya keterampilan interpersonal.   
4)   Memberdayakan siswa untuk belajar sendiri, guru harus melatih siswa agar berfikir kritis dan kreatif dalam mencari dan menganalisis informasi dengan sedikit bentuan atau malah secara mandiri.
5)   Belajar melalui kolaborasi, siswa diabiasakan saling belajar dari dan dalam kelompok untuk berbagi pengetahuan dan menentukan fokus belajar.
6)   Mengunakan penilaian autentik, penilaian autentik
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran kontekstual adalah siswa harus menghubungkan pelajaran dengan dunia nyata setelah itu mencoba dengan melakukan eksperimen sehingga dapat mengaplikasikan ke dunia nyata setelah itu saling bekerja sama dalam proses transfer ilmu kepada siswa yang belum paham sehingga pembelajaran dapat berjalan efektif dan efisien dan pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
B.     Penelitian yang Relevan
Dari penelitian yang peneliti lakukan mengacu dari penelitian dengan judul Pendekatan Kontekstual dalam Peningkatan Hasil Belajar Matematika tentang Konsep Bangun Ruang pada Siswa Kelas V SD Negeri 4 Karangduwur, Petanahan, Kebumen Tahun Pelajaran 2009/2010 oleh Ari Wulandari yang diterbitkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

C.    Kerangka Berpikir
Matematika sebagai suatu pertanda perkembangan intelegensi manusia, matematika juga merupakan salah satu cara mengembangkan cara berpikir oleh karena itu matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi kemajuan IPTEK. Sehingga matematika perlu dibekalkan pada peserta didik sejak usia dini. Namun hasil belajar mata pelajaran matematika pada umumnya masih rendah dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain. Selama ini guru kelas V menyampaikan materi pelajaran matematika menggunakan pendekatan konvensional yang bersifat abstrak dengan menggunakan metode ceramah, pemberian tugas dan mengerjakan buku pelajaran. Sebagian siswa tidak mampu menghubungkan apa yang mereka pelajari di sekolah dengan penggunaan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menyampaikan materi pelajaran matematika yang bersifat abstrak diperlukan sebuah benda untuk mengkonkretkannya agar siswa lebih paham terhadap materi yang disampaiakan oleh guru.
Sudah saatnya guru matematika membuka paradigma baru dalam pola pengajaran matematika di kelas. Kegiatan pembelajaran matematika dilakukan dengan mengaitkan antara pengembangan diri dengan proses pembelajaran dikelas melalui pengalaman-pengalaman belajar yang inovatif, menantang dan menyenangkan. Salah satu model pembelajaran yang dapat mengakomodasi kepentingan untuk mengkolaborasikan pengembangan diri di dalam proses pembelajaran adalah model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Ide penting dalam pembelajaran kontekstual adalah membelajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan pembelajaran akan terasa menyenangkan. Keterampilan ini sangat penting bagi siswa, karena pada dunia kerja sebagian besar dilakukan secara kelompok.
Dengan pendekatan kontekstual akan membantu guru untuk mengaitkan materi pembelajaran di kelas dengan kehidupan siswa sehingga pengalaman belajar yang di dapat di kelas dapat bermanfaat. Siswa lebih aktif, kegiatan pembelajaran menyenangkan, bersifat nyata, siswa lebih kreatif dan produktif dan guru hanya sebagai fasilitator saja.
Dalam pelaksanaan pendekatan kontekstual ada 7 komponen yang harus diterapkan dalam pembelajaran di kelas. Tujuh komponen tersebut yaitu : kontruktivisme( contruktivsm), inquiri (inquiri), bertanya (questioning), pemodelan (modeling), masyarakat belajar (learning community), refleksi (reflection) dan penilaian otentik (authentic assesment). Dengan pendekatan kontekstual sisiwa di beri kesempatan untuk mengkontruksi pemahaman mereka dengan pengalaman sendiri, siswa aktif dalam belajar, siswa dapat sharing dengan teman dan guru. Dengan pendekatan kontekstual yang tepat dapat meningkatkan hasil belajar matematika khususnya tentang bangun ruang.






Dari uraian di atas dapat digambarkan bagan kerangka berpikir seperti pada gambar di bawah ini:










-          Guru menggunakan pendekatan konvensional
-          Guru monoton,
-          Kurang menyenangkan dan siswa pasif.
-           
 

Oval: KONDISI
AWAL






 






-          Guru menggunakan pendekatan kontekstual
-          Siswa aktif mencari sumber belajar
-          Pembelajaran menyenangkan dan bermakna
-          Siswa mengkontruksi pemahaman dengan pengalaman mereka.
-          Siswa dapat mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan mereka.
 








Oval: TINDAKAN



 












Hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika tentang bilangan bulat meningkat.
 

KONDISI
AKHIR
 




 





Gambar 2 . Bagan kerangka berpikir
D.    Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori teori dan kerangka berfikir di atas maka dapat disusun hipotesis dalam penelitian ini adalah “Dengan menerapkan pendekatan kontekstual yang tepat maka dapat meningkatkan hasil belajar matematika tentang bilangan bulat pada siswa kelas V SD Negeri Sidamukti 03  Tahun Pelajaran 2011/2012”.





 
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
1. Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Sidamukti 03 , Kecamatan Patimuan, Kabupaten Cilacap. Sekolah ini terdiri dari enam kelas, yang pada tahun pelajaran 2010/2011 keseluruhan siswanya berjumlah 114 siswa. Dilihat dari segi geografis, SD Negeri Sidamukti 03  terletak jauh dari kermaian dan pusat kota karena letaknya diapit oleh areal persawahan dan sungai citanduy tepatnya di Jalan Pisang No. 41 Desa Sidamukti, Kecamatan Patimuan, Jarak dari pusat Kecamatan ke SD Negeri Sidamukti 03  yaitu 5 Km, sedangkan penyebab sedikitnya peserta didik karena diapit oleh 2 SD sehingga mengalami pembagian siswa.
2.Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester satu Tahun Pelajaran 2011/2012, yang dilaksanakan pada bulan Agustus-Nopember 2011. Jadwal penelitian sebagai berikut :


36
 
 


Tabel 1. Jadwal Penelitian
No

Kegiatan
Waktu Pelaksanaan
Juli
2011
Agustus
2011
September
2011
Oktober
2011
Nopember
2011
Desember
2011
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
Penyusunan Proposal
v
v






















2
Seminar
proposal


v





















3
Revisi
proposal



v




















4

Penyusunan Instrumen




v
v
v
v
















5
Koordinasi perijinan







v
















6
Tindakan Siklus I









v
v













7
Tindakan Siklus II











v
v











8
Penyusunan
 Laporan













v
v









9
Penyusunan  Draf Akhir















v








10
Seminar dan pengujian
















v







11
Revisi

















v






12
Pengesahan

















v






13
Penggandaan

















v






14
Pengiriman


















v







B. Subjek Penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah semua siswa kelas V SD Negeri Sidamukti 03  yang berjumlah 23 siswa, terdiri dari 17 siswa laki-laki dan 6 siswa perempuan.  Dari jumlah keseluruhan siswa, terdapat 1 siswa yang tinggal kelas dari tahun pelajaran sebelumnya dikarenakan belum menguasai materi kelas V dibuktikan dengan 5 mapel yang tidak memenuhi KKM.  
Latar belakang siswa kelas V SD Negeri Sidamukti 03 sebagian besar berasal dari keluarga kurang mampu dengan ekonomi rata-rata menengah kebawah dengan mata pencaharian sebagian besar adalah buruh petani.  Walapun orang tua siswa tidak memiliki pekerjaan yang tetap, siswa tetap memiliki kemauan untuk belajar yang sangat tinggi dan orang tua pun memperhatikan akan kebutuhan pendidikan anak-anaknya. Wali murid atau orang tua sering datang berkunjung ke sekolah untuk mengetahui perkembangan belajar anaknya. Kerjasama antara wali murid dengan sekolah sangat mendukung berlangsungnya proses belajar mengajar.
           
C. Sumber Data
            Supardi (dalam Suharsimi, 2007: 129) menyebutkan bahwa sumber data adalah data yang diambil dari sumber yang tepat dan relevan. oleh karena itu peneliti mencari data yang diperlukan dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas yang  meliputi:
1. Siswa
            Sumber data dari siswa diperoleh dari siswa kelas V SD Negeri Sidamukti 03 Tahun Pelajaran 2011/2012 yang yang berjumlah 23 siswa, terdiri dari 17 siswa putra dan 6 siswa putri. Data yang didapatkan dari siswa adalah berupa data pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan dengan menerapkan langkah-langkah pendekatan kontekstual, motivasi belajar dan hasil belajar yang diperoleh melaui angket, dan tes hasil belajar siswa.


2. Teman Sejawat
            Data yang diperoleh dari teman sejawat berupa data tentang pelaksanaan langkah-langkah pembelajaran dan motivasi belajar di kelas V SD Negeri Sidamukti 03 Tahun Ajaran 2011/2012. Data tersebut didapat melalui observasi.
3.    Dokumen
Arsip atau dokumen yang dapat dijadikan sumber data adalah semua arsip yang berkaitan dengan penelitian. Misalnya buku daftar nilai dan hasil tes hasil tindakan.

D.Teknik dan Alat Pengolahan Data
Pada dasarnya prinsip pengumpuan data dalam penelitian tindakan kelas tidak jauh berbeda dengan prinsip pengumpulan data pada jenis penelitian yang lain. Data yang diambil berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berupa motivasi dan hasil evaluasi belajar matematika, sedangkan data kualitatif berupa tentang keefektifan pembelajaran di kelas ketika guru mengajar matematika dengan menggunakan pendekatan kontekstual dan penilaian proses belajar siswa saat kegiatan pembelajaran matematika berlangsung. Untuk mendapatkan data pada pelaksanaan penelitian tindakan kelas, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1.    Tes
Suharsimi Arikunto (1997: 139) mengemukakan bahwa Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.
Wayan Nurkancana (1986: 25) mengemukakan bahwa Tes adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai tingkah laku atau prestasi anak tersebut, yang dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh anak-anak lain atau dengan nilai standar yang ditetapkan. 
Djali dan Pudji Mulyono(2008: 6) menyatakan bahwa tes adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur pengetahuan atau penguasaan objek ukur terhadap seperangkat konten dan materi tertentu.
Menurut Pedoman Penilaian Hasil Belajar di Sekolah Dasar (2007: 10) menyatakan bahwa teknik tes merupakan teknik yang digunakan melaksanakan tes berupa pernyataan yang harus dijawab, pertanyaan yang harus ditanggapi atau tugas yang harus dilaksanakan oleh orang yang di tes.  
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa tes adalah suatu cara atau alat yang digunakan untuk mengadakan penilaian yang berbentuk tugas sehingga dapat mengukur pengetahuan, keterampilan, intelegensi, kemampuan, dan bakat seseorang.
Dalam penelitian ini tes digunakan untuk mengukur dan membandingkan hasil belajar matematika tentang bilangan bulat sebelum menggunakan pendekatan  kontekstual dan sesudah menggunakan pendekatan kontekstual pada siswa kelas V SD Negeri Sidamukti 03 .
Alat untuk mengumpulkan data dari teknik tes adalah instrumen tes. Dalam penelitian ini teknik tes yang digunakan adalah tes tertulis. Dimana tes tersebut mengambil dari hasil belajar matematika siswa kelas V SD Negeri Sidamukti 03  tentang pokok bahasan operasi hitung bilangan bulat .
2.    Observasi
Wayan Nurkancana (1986: 46) mengemukakan bahwa observasi adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian dengan jalan mengadakan pengamatan secara langsung dan sistematis.
Djali dan Pudji Mulyono(2008: 16) menyatakan bahwa cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilakukan dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang dijadikan objek pengamatan. 
Suharsimi Arikunto (1997: 146) mengemukakan bahwa Observasi atau yang disebut pula dengan pengamatan meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh indra. Jadi mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan pengecap.
Menurut Pedoman Penilaian Hasil Belajar di Sekolah Dasar (2007: 14) menyatakan bahwa pengamatan/observasi adalah teknik penilaian yang dilakukan oleh pendidik dengan menggunakan indera secara langsung.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa observasi adalah cara menghimpun menghimpun bahan-bahan keterangan dan penilaian yang dilakukan dengan  jalan melakukan pengamatan dan pencatatan secara langsung dan sistematis terhadap fenomena-fenomena yang dijadikan objek pengamatan.
Dalam hal ini observasi dilakukan untuk memotret seberapa jauh tindakan yang telah mencapai sasaran dan mengetahui keefektifannya. Observasi langsung di kelas yang digunakan untuk penelitian, yaitu pengumpulan data melalui pengamatan secara langsung terhadap gejala perilaku yang diselidiki sebagai objek yang diteliti. Dari data hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti selama penelitian berlangsung, peneliti dapat mengetahui tingkah laku, bakat dan minat siswa terhadap materi pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran yang dipilih oleh guru.
Alat untuk mengumpulkan data observasi yaitu menggunakan lembar observasi, dan menggunakan daftar nilai siswa pada pada siklus I.
3.    Kuesioner atau angket
 Bisri Mustofa (2008: 54) menyatakan kuesioner atau angket merupakan alat pengumpulan data yang berupa serangkaian daftar pertanyaan untuk dijawab oleh responden.
Sedangkan menurut Pedoman Penilaian Hasil Belajar di Sekolah Dasar (2007: 16) menyatakan angket (kuesioner) adalah penilaian hasil belajar yang berua daftar pertanyaan tertulis untuk menjaring informasi tentang sesuatu, misalnya latar belakang keluarga siswa, kesehatan siswa, tanggapan siswa terhadap metode pembelajaran, media, dan lain-lain.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa angket (kuesioner) adalah alat pengumpulan data yang berupa serangkaian daftar pertanyaan tertulis  untuk dijawab oleh responden guna menjaring informasi tentang sesuatu pada diri siswa. Dalam angket atau kuesioner ini siswa sebagai responden dan akan menjawab serangkaian pertanyaan mengenai diri siswa, pembelajaran yang ada di kelas dengan menggunakan model angket tertutup.

E. Validasi Data
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. (Suharsimi Arikunto, 2006: 168). Dalam penelitian ini untuk menguji kesahihan data dengan menggunakan trianggulasi, yaitu triangulasi sumber dan triangulasi metode. Menurut Mulyadi HP (2008: 15) Triangulasi sumber adalah data yang dihasilkan dari beberapa sumber yaitu dengan melalui kolaborasi dengan teman sejawat. Sedangkan triangulasi metode adalah data yang diperoleh berasal dari beberapa metode yaitu dengan menggunakan beberapa teknik atau alat pengumpul data.
Untuk menjamin dan memperoleh kesahihan data dalam penelitian ini dilakukan dengan triangulasi sumber data dan triangulasi waktu. Triangulasi sumber data meliputi siswa, peneliti dan observer. Triangulasi sumber data dilakukan dengan pengecekan kembali data yang telah diperoleh melalui ketiga sumber tersebut untuk menarik suatu kesimpulan tentang hasil tindakan. Triangulasi waktu meliputi sebelum, saat, dan setelah dilaksanakan tindakan penelitian. Validitas data juga dilakukan dengan pengecekan kembali data yang telah diperoleh melalui analisis teknik pengumpulan data yaitu observasi, angket, dan  penilaian atau tes.


F. Analisis Data
            Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif  dengan didukung data kualitatif dan kuantitatif. Deskripsi kualitatif untuk menganalisis perubahan sikap, perilaku dan peningkatan motivasi belajar, sedangkan deskripsi kuantitatif digunakan untuk menganalisis data yang berupa hasil penilaian. Prosedur analisis data  yang dilakukan dalam penelitian ini didasarkan pendapat Miles dan Huberman (dalam Tjetjep. 2007: 16), yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
1. Reduksi Data
            Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada  penyederhanaan, pengabstrakkan, dan transformasi data ”kasar” yang muncul dari catatan-catatan lapangan. Data yang dihasilkan dari observer merupakan data yang masih mentah, untuk itu peneliti melakukan pemilihan data yang relevan dan bermakna untuk disajikan  dengan cara memilih data yang pokok, memfokuskan data yang mengarah pada pemecahan masalah dan memilih data yang mampu menjawab permasalahan penelitian.
2. Penyajian Data
             Penyajian sebagai sekumpulan informasi tersusun  yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Pada tahap ini peneliti mengajukan data yang telah direduksi ke dalam laporan secara sistematik untuk melihat gambaran data secara keseluruhan yang disajikan dalam bentuk naratif mengenai pengelolaan pelaksanaan tindakan kelas.
3. Penarikan Kesimpulan
Data yang telah diproses dengan langkah-langkah seperti diatas, kemudian ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode induktif yang berangkat dari hal-hal khusus untuk memperoleh kesimpulan umum yang objektif. Kesimpulan tersebut kemudian diverifikasi dengan cara melihat kembali pada reduksi data maupun pada penyajian data sehingga kesimpulan yang diambil tidak menyimpang dari permasalahan penelitian.


G. Indikator Kinerja
Sebagai dasar untuk mengetahui keberhasilan dan menganalisis data yang diperoleh perlu ditetapkan indikator kinerja dalam penelitian. Indikator kinerja dalam penelitian ini adalah :
1.       Proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila peserta didik bejalan dengan baik, banyak pertanyaan dan antusias menerima pelajaran. 
2.       Adanya peningkatan hasil belajar mata pelajaran matematika pada materi bilangan bulat dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual.
3.       85% dari jumlah siswa kelas V dapat menuntaskan hasil belajar dengan nilai rata-rata 70.
Tabel 2. Indikator Kinerja
Interval nilai
Keterangan Huruf
Keterangan
81-100
A
Baik Sekali
71-79
B
Baik
56-70
C
Cukup
41-55
D
Kurang
< 40
E
Sangat Kurang

  1. Prosedur Penelitian
             Ide pokok dari penelitian ini adalah penelitiian tindakan kelas dengan menerapakan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika. Ada tiga pengertian yang dapat diterangkan mengenai penelitian tindakan kelas menurut Suharsimi (2006: 2) yaitu: (1) Penelitian, menunjuk pada suatu kegiatan mencermati suatu onjek dengan mengguanakan  cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutusuatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti; (2) Tindakan, menunjuk pada sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan untuk siswa; (3) Kelas, dalam hal ini tidak terikat pada ruang kelas, tetapi dalam pengertian yang lebih spesifik. Seperti yang sudah lama dikenal dalam bidang pendidikan dan pengajaran, yang dimaksud kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula.
            Menurut Padmono (1999: 3), penelitian tindakan kelas merupakan bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki atau meningkatkan praktek pembelajaran di kelas secara profesional. Rencana tindakan yang akan dilaksanakan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas adalah selama tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, tindakan, obsevasi dan refleksi. 
Menurut Padmono (1999: 32), rencana merupakan tindakan yang tersusun untuk memperbaiki situasi, mengubah, atau meningkatkan yang dilaksanakan secara khas yang mempunyai prospektif dan memandang ke depan. Tindakan merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar dan terkendali yang merupakan variasi praktik secara cermat dan bijaksana.
Menurut Supardi (2007: 127), observasi merupakan suatu kegiatan pengamatan (pengambilan data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran. Observasi atau pengamatan berorientasi ke masa yang akan datang, artinya observasi dimaksudkan untuk memperoleh berbagai keterangan yang digunakan untuk langkah-langkah yang akan datang. Hasil pengamatan akan digunakan sebagai masukan pada langkah refleksi.
Menurut Padmono (1999: 34) Refleksi merupakan kegiatan mengingat dan merenungkan kembali tindakan persis seperti yang telah dicatat. Refleksi berusaha memahami proses, masalah, persoalan, dan kendala yang nyata dalam tindakan strategis. Refleksi mempertimbangkan ragam pandangan yang mungkin ada pada situasi sosial,dan memahami persoalan dan keadaan timbulnya persoalan itu. Gambaran siklus penelitian yang akan dilasanakan oleh peneliti adalah mengacu pada gagasan Kemmis dan Taggart sebagai berikut:
kms & tgrt
Gambar 1. Model Penelitian Tindakan Kelas Spiral Kemmis dan Taggart
Dalam penelitian tindakan kelas ini, strategi yang digunakan adalah metode siklus. Metode ini menggunakan cara perputaran atau putaran berkali-kali seperti pada gambar di tas. Dalam model siklus ini terdapat beberapa tahap, yaitu:
1.      Perencanaan : Rencana tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan atau perubahan perilaku dan sikap sebagai solusi.
2.      Tindakan : Hal yang dilakuakan oleh guru atau peneliti sebagai upaya perbaikan, peningkatan atau perubahan yang diinginkan.
3.      Obsevasi : Kegiatan mengamati atau hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan atau dikenakan terhadap siswa.
4.      Refleksi : Peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan atas hasil atau dampak dari tindakan dari berbagai kriteria.
            Peneliti akan melaksanakan penelitian dalam 2 siklus dalam setiap siklus terdapat 2 pertemuan, hal ini dilakukan dengan tujuan mempertajam pembelajaran dalam penelitian  sehingga hasil belajarnya lebih optimal. Pada kegiatan  siklus akan dilakukan sesuai dengan tahap-tahap tersebut:
1.      Siklus 1
a.      Perencanaan
Sebelum dilaksanakan tindakan siklus 1 terlebih dahulu peneliti melakukan perencanaan sebagai prosedur awal penelitian. peneliti merencanakan dalam siklus 1 ini menggunakan 2 pertemuan dengan indikator yang berbeda tetapi masih dalam satu lingkup materi, hal itu bertujuan untuk mempertajam penggunaan pendekatan kontekstual pada peserta didik. Dalam pertemuan 1 direncanakan menggunakan indikator membaca dan menuliskan bilangan bulat dalam kata-kata dan angka serta mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari, sedangkan pada pertemuan 2 direncanakan menggunakan indikator melakukan operasi penjumlahan, pengurangan bilangan bulat dan mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
Dalam perencanaan ini hal-hal yang peneliti lakukan diantaranya adalah sebagai berikut : membuat skenario pembelajaran, menyusun instrumen yang mendukung pelaksanaan berupa lembar pengamatan, angket motivasi, rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar penilaian proses dan lembar evaluasi. Peneliti juga menghubungi teman sejawat guna dimintai bantuannya untuk menjadi observer.
b.      Tindakan
Tahap pelaksanaan tindakan ini didasarkan pada perencanaan yang telah disusun. Dalam pelaksanaannya baik pertemuan 1 maupun pertemuan 2 peneliti menjelaskan indikator yang sudah direncanakan dengan menggunakan komponen pendekatan kontekstual yaitu kontruktivisme (Contructivisim), bertanya (Questioning), pemodelan (Modelling), masyarakat belajar (Learning Community), menemukan (Inquiri), refleksi (reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)
c.       Observasi
Pada tahap ini dilakukan observasi  terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi  yang telah disiapkan oleh peneliti. Dalam tahap ini observer mengamati siswa selama  mengikuti pembelajaran  di kelas dan guru atau peneliti dalam menyampaikan materi menggunakan pendekatan kontektual. Observer ini dilakukan oleh teman sejawat.
d.      Refleksi
Tahap refleksi merupakan evaluasi tentang tindakan yang telah dilakukan untuk mengetahui keberhasilan atau pengaruh tindakan. Pada tahap ini hasil yang didapat  dalam tahap pelaksanaan berupa hasil belajar dan tahap observasi berupa catatan observer dikumpulkan serta dianalisis. Setelah itu pada tahap refleksi ini peneliti/guru dapat merefleksi diri berdasarkan hasil observasi dan diskusi untuk mengkaji apakah tindakan yang dilakukan guru telah mencerminkan karakteristik dan tujuh komponen pembelajaran kontekstual, apakah ada kendala dalam pelaksanaannya ataukah tidak, bagaimana sikap perilaku siswa selama proses pembelajaran. Hasil analisis data yang dilakukan dalam tahapan siklus I ini akan dipergunakan sebagai acuan untuk merencanakan siklus 2.

2.      Siklus 2
Setelah merefleksi hasil tindakan pada siklus I yaitu masih terdapat kekurangan-kekurangan dan kendala dalam menerapkan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika, dan sikap perilaku siswa yang masih belum mencerminkan pembelajaran kontekstual, peneliti membuat rancangan pembelajaran terrevisi I yang merupakan rencana perbaikan terhadap pelaksanaan tindakan siklus. Hampir sama pada perencanaan siklus I, peneliti membuat rancangan pembelajaran terrevisi I yang berupa skenario pembelajaran siklus II yang direncanakan 2 pertemuan.
a.      Perencanaan
Pada tahap ini peneliti merencanakan perbaikan-perbaikan pembelajaran, peneliti juga merencanakan 2 pertemuan dengan pertemuan 1 menggunakan indikator melakukan operasi perkalian bilangan bulat dan mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari sedangkan pertemuan 2 menggunakan indikator melakukan operasi pembagian bilangan bulat dan mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Tahap perencaan ini peneliti menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran, menyiapkan lembar observasi, lembar penilaian proses dan lembar evaluasi.
b.      Tindakan
Tahap tindakan merupakan kegiatan dimana segala sesuatu yang telah direncanakan pada siklus II baik pertemuan 1 maupun pertemuan 2 dilaksanakan sesuai dengan skenario yang telah dibuat. Pada tahapan ini peneliti  melakukan pembelajaran sesuai dengan rancangan pembelajaran yang telah terrevisi.
c.       Observasi
Selama kegiatan pelaksanaan siklus II pertemuan 1 dan pertemuan 2 ini peneliti di observasi oleh teman sejawat, dan juga mengamati proses siswa selama pembelajaran berlangsung. Pelaksanaan observasi dengan menggunakan lembar observasi, dan lembar penilaian proses.
d.      Refleksi
Refleksi pada pertemuan 1 jika masih menemukan kekurangan selama proses pembelajaran, maka akan disempurnakan di pertemuan 2. Jika data observasi maupun hasil belajar dari hasil observasi pertemuan 2 sudah menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan siklus sebelumnya maka penelitian sudah berhasil, tetapi jika belum sempurna maka peneliti berkeinginan untuk memantapkan lagi pelaksanaan pembelajaran kontekstual siklus 3.